Kamis, 08 Desember 2016

Materi Tinjauan Pustaka Tuberkulosis TB

1.      Tuberkulosis
A.       Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam ini, dapat merupakan organisme pathogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri pathogen, tetapi hanya strain Bovin dan manusia yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2-4 µm, ukuran ini lebih kecil daripada sel darah merah.
Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 µm dan tebal 0,3-0,6 µm. Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculose complex adalah M. tuberculose, Varian Asian, Varian African I, Varian African II, M bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi. Kelompok kuman Mycobacterium Other Than TB (MOTT, atypical) adalah M. kansasi, M. avium, M. intra cellular, M. scrofulaceum, M. malmacerse, dan M. xenopi.

B.       Epidemiologi
Pada tahun 2011, terdapat 8,7 juta kasus TB (range, 8,3 juta-9 juta) di seluruh dunia, atau 125 kasus per 100.000 penduduk. Dari seluruh kasus tersebut, 0,5 juta diantaranya adalah anak-anak, dan 2,9 juta (range, 2,6 juta-3,2 juta) terjadi pada wanita. Sebagian besar kasus ditemukan di Asia (59%) dan Afrika (26%). Negara-negara dengan jumlah kasus terbesar adalah India (2-2,5 juta), China (0,9-1,1 juta), Afrika Selatan (0,4-0,6 juta), Indonesia (0,4-0,5 juta), dan Pakistan (0,3-0,5 juta). India dan China masing-masing tercatat mengalami kasus TB sebesar 26% dan 12% dari seluruh kasus TB di dunia.
Jumlah pasien TB di Indonesia diperkirakan sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB di dunia. Setiap tahun ada 429.370 kasus baru dengan kematian 62.246 orang. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 102 per 100.000 penduduk. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.

C.       Patogenesis
Penularan TB paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada sinar ultraviolet, ventilasi, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Patogenesis TB pada individu imunokompeten yang belum pernah terpajan berpusat pada pembentukan imunitas selular yang menimbulkan resistensi terhadap organisme dan menyebabkan terjadinya hipersensitivitas jaringan terhadap antigen. TB primer merupakan bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum pernah terpajan, sehingga tidak pernah tersensitisasi. Sumber organism yang menyerang adalah eksogen. Pada patogenesis TB primer, Mycobacterium tuberculosis akan masuk melalui saluran napas dan bersarang di jaringan paru, dimana akan terbentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini bisa timbul di bagian mana saja dalam paru. Dari sarang primer, akan terlihat peradangan saluran getah bening yang menuju hilus (limfangitis lokal) dan diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal dengan limfadenitis regional kemudian disebut sebagai kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas, sembuh dengan meninggalkan bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus), atau bahkan dapat menyebar dengan berbagai cara. Penyebaran secara perkontinuitatum yaitu menyebar kesekitarnya, secara bronkogen yaitu menyebar di paru bersangkutan atau ke paru sebelahnya, dapat juga terjadi ke usus apabila kuman tertelan bersama sputum, sedangkan secara hematogen dan limfogen berkaitan dengan daya tahan tubuh, serta jumlah dan virulensi basil.
Fase TB pascaprimer terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS), dan gagal ginjal. TB pasca primer ini juga dapat terjadi akibat reinfeksi eksogen karena berkurangnya proteksi yang dihasilkan oleh penyakit primer atau karena besarnya inokulum basil hidup. TB pascaprimer dimulai dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini pada awalnya berbentuk suatu sarang pneumonik kecil, yang dalam 3-10 minggu akan menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Sarang dini dapat diresorpsi dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat. Sarang ini dapat pula mulai meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan serbukan jaringan fibrosis, selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras, terjadi perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya, dapat juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar. Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi oleh makrofag dan proses yang berlebihan antara sitokin dengan Tumor Necrosis Factor (TNF).
Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindingnya akan menjadi tebal karena infiltrasi jaringan fibroblas dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Kavitas ini mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas, dapat pula memadat dan membungkus diri (encapsulated), disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kavitas lagi. Kavitas bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity atau kavitas menyembuh dengan membungkus diri lalu akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kavitas yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang atau stellate shaped.

D.       Gejala Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien TB dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien yang ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :
1.    Demam
Biasanya subfebris menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat mencapai 40-41C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, kemudian timbul kembali. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman TB yang masuk.
2.    Batuk/Batuk Darah
Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar. Terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru, yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan sejak peradangan bermula. Batuk awalnya berupa batuk kering (non-produktif), kemudian setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang terpecah. Kebanyakan batuk darah pada TB berasal dari kavitas, tetapi dapat juga dari ulkus dinding bronkus.


3.    Sesak Nafas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru. 
4.    Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/menghembuskan nafas.
5.    Malaise
Penyakit TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise yang sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
Pada pemeriksaan fisis, pemeriksaan terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (afebris), badan kurus, atau berat badan menurun.
Tempat kelainan lesi TB paru yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronkhial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring.

E.        Pemeriksaan Penunjang
1.        Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.
2.        Pemeriksaan Sputum
a.    Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
b.   Pemeriksaan Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberculosis pada penanggulangan TB khusunya untuk mengetahui apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi :
·      Pasien TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
·      Pasien TB ekstraparu dan pasien TB anak
·      Petugas kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda
3.        Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis untuk menemukan lesi tuberkulosis. Dalam beberapa hal, ia memberikan keuntungan seperti pada tuberkulosis anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal di atas, diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumosia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan sebagai tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. Lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4.        Tes Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. tuberculosis, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya. Pada penularan yang patogen baik virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculosae atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi seluler pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibosi humoral yang dalam perannya akan menekankan antibosi seluler.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Banyak sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen tuberkulin amat dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang ditimbulkannya.

F.        Klasifikasi dan Tipe Pasien
1.        Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena
·      Tuberkulosis paru, ialah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura dan kelenjar pada hilus.
·      Tuberkulosis ekstra paru, ialah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2.        Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB paru :
·         Tuberkulosis paru BTA positif
a.    Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b.   1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberculosis.
c.    1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman T positif.
d.   1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
·      Tuberkulosis paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :
a.    Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b.   Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c.    Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
d.   Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
3.        Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit
·      TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.
·      TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
a.    TB ekstra paru ringan, misalnya TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b.   TB ekstra paru berat, misalnya meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
4.        Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu :
·      Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
·      Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
·         Kasus setelah putus obat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
·      Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
·      Kasus pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari unit pelayanan kesehatan yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.

G.      Diagnosis
Setiap orang dengan batuk produktif selama 2-3 minggu atau lebih yang tidak jelas penyebabnya, harus dievaluasi untuk tuberkulosis. Semua orang tersebut harus melakukan pemeriksaan dahak dalam waktu dua hari yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB pada orang dewasa di tegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.


Gambar 1. Alur Diagnosis TB Paru

Pada sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut :
·         Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif
·         Ketiga spesimen dahak hasilnya tetap negative setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
·         Pasien tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan penanganan khusus (seperti pneumothorax, pleuritis eksudativa, efusi perikarditis atau efusi pleura) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat (untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).


H.    Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Pengobatan TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1.  OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
2.  Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3.  Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Tahap intensif (awal):
1.  Pada tahap intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2.  Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3.  Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.

Tahap Lanjutan:
1.  Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih lama.
2.  Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten sehingga mencegah terjadinya  kekambuhan.

Paduan OAT lini pertama dan peruntukannya:
1)      Kategori-1 (2HRZE/4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru :
a)      Pasien baru TB paru BTA positif
b)      Pasien TB paru BTA negatif, foto toraks positif’
c)      Pasien TB ekstra paru

Berat badan
Tahap Intensif
Tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama
16 minggu
RH (150/150)
30-37 kg
2 tablet 4 KDT
2 tablet 2 KDT
38-54 kg
3 tablet 4 KDT
3 tablet 2KDT
55-70 kg
4 tablet 4 KDT
4 tablet 2 KDT
≥ 71 kg
5 tablet 4 KDT
4 tablet 2 KDT

2)      Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT  diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
a)      Pasien kambuh
b)      Pasien gagal
c)      Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)

Berat badan
Tahap Intensif tiap hari
RHZE (150/75/400/275) + S
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) + E (275)
Selama 56 hari
Selama 28 hari
Selama 20 minggu
30-37 kg
2 tab 4 KDT
+ 500 mg Streptomisin inj
2 tab 4 KDT
2 tab 2 KDT
+ 2 tab Etambutol
38 – 54 kg
3 tab 4 KDT
+ 750 mg Streptomisin inj
3 tab 4 KDT
3 tab 2 KDT
+ 3 tab Etambutol
55 – 70 kg
4 tab 4 KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj
4 tab 4 KDT
4 tab 2 KDT
+ 4 tab Etambutol
≥ 71 kg
5 tab 4 KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj
5 tab 4 KDT
5 tab 2 KDT
+ 5 tab Etambutol

DAFTAR PUSTAKA

Amin, Z., Bahar, A. 2009. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V JIlid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI
Amin, Z., Bahar, A. 2009. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI
Anonim. 2009. International Standards for Tuberculosis Care 2nd Edition. USA: Tuberculosis Coalition for Techinical Assistance.
Anonim. 2011. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Briggs, Greg. 2012. Buku Saku Foto Roentgen Dada Edisi 2. Jakarta: EGC.
Djoerban, Z, Djauzi, S. 2009. HIV/AIDS di Indonesia dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa.

Price, SA., Wilson, LM. 2006. Patofisologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Vol 1 Edisi 6. Jakarta: EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar