1.
Tuberkulosis
A.
Definisi
Tuberkulosis
adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Kuman batang aerobik dan tahan asam
ini, dapat merupakan organisme pathogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri
pathogen, tetapi hanya strain Bovin dan manusia yang patogenik terhadap
manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2-4 µm, ukuran ini lebih kecil
daripada sel darah merah.
Penyebab
tuberkulosis adalah Mycobacterium
tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4 µm
dan tebal 0,3-0,6 µm. Yang tergolong dalam kuman Mycobacterium tuberculose complex adalah M. tuberculose, Varian Asian, Varian African I, Varian African II, M
bovis. Pembagian tersebut adalah berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.
Kelompok kuman Mycobacterium Other Than
TB (MOTT, atypical) adalah M. kansasi, M. avium, M. intra cellular,
M. scrofulaceum, M. malmacerse, dan M. xenopi.
B.
Epidemiologi
Pada tahun 2011, terdapat 8,7 juta
kasus TB (range, 8,3 juta-9 juta) di
seluruh dunia, atau 125 kasus per 100.000 penduduk. Dari seluruh kasus
tersebut, 0,5 juta diantaranya adalah anak-anak, dan 2,9 juta (range, 2,6 juta-3,2 juta) terjadi pada
wanita. Sebagian besar kasus ditemukan di Asia (59%) dan Afrika (26%). Negara-negara
dengan jumlah kasus terbesar adalah India (2-2,5 juta), China (0,9-1,1 juta),
Afrika Selatan (0,4-0,6 juta), Indonesia (0,4-0,5 juta), dan Pakistan (0,3-0,5
juta). India dan China masing-masing tercatat mengalami kasus TB sebesar 26%
dan 12% dari seluruh kasus TB di dunia.
Jumlah pasien TB di Indonesia
diperkirakan sekitar 5,8% dari total jumlah pasien TB di dunia. Setiap tahun
ada 429.370 kasus baru dengan kematian 62.246 orang. Insidensi kasus TB BTA
positif sekitar 102 per 100.000 penduduk. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) pada tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab
kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi.
C.
Patogenesis
Penularan TB paru terjadi karena
kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi ini dapat
menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada sinar
ultraviolet, ventilasi, dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman
dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan.
Patogenesis TB pada individu
imunokompeten yang belum pernah terpajan berpusat pada pembentukan imunitas
selular yang menimbulkan resistensi terhadap organisme dan menyebabkan
terjadinya hipersensitivitas jaringan terhadap antigen. TB primer merupakan
bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum pernah terpajan, sehingga
tidak pernah tersensitisasi. Sumber organism yang menyerang adalah eksogen.
Pada patogenesis TB primer, Mycobacterium
tuberculosis akan masuk melalui saluran napas dan bersarang di jaringan
paru, dimana akan terbentuk suatu sarang pneumonik yang disebut sarang primer
atau afek primer. Sarang primer ini bisa timbul di bagian mana saja dalam paru.
Dari sarang primer, akan terlihat peradangan saluran getah bening yang menuju
hilus (limfangitis lokal) dan diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di
hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal dengan
limfadenitis regional kemudian disebut sebagai kompleks primer (Ranke). Semua
proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini
selanjutnya dapat sembuh tanpa meninggalkan bekas, sembuh dengan meninggalkan
bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus),
atau bahkan dapat menyebar dengan berbagai cara. Penyebaran secara
perkontinuitatum yaitu menyebar kesekitarnya, secara bronkogen yaitu menyebar
di paru bersangkutan atau ke paru sebelahnya, dapat juga terjadi ke usus apabila
kuman tertelan bersama sputum, sedangkan secara hematogen dan limfogen
berkaitan dengan daya tahan tubuh, serta jumlah dan virulensi basil.
Fase TB pascaprimer terjadi karena
imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, Acquired Immunodeficiency Syndrome
(AIDS), dan gagal ginjal.
TB pasca primer ini juga dapat terjadi
akibat reinfeksi eksogen karena berkurangnya proteksi yang dihasilkan oleh
penyakit primer atau karena besarnya inokulum basil hidup. TB pascaprimer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus superior
maupun lobus inferior. Sarang dini ini pada awalnya berbentuk suatu sarang
pneumonik kecil, yang dalam 3-10 minggu akan menjadi tuberkel yakni suatu
granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel datia langhans yang
dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat. Sarang dini dapat
diresorpsi dan sembuh kembali dengan tidak meninggalkan cacat. Sarang ini dapat
pula mulai meluas, tetapi segera terjadi proses penyembuhan dengan serbukan
jaringan fibrosis, selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih keras,
terjadi perkapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sebaliknya, dapat
juga sarang tersebut menjadi aktif kembali, membentuk jaringan keju dan
menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar. Terjadinya perkijuan
dan kavitas adalah karena hidrolisis protein lipid dan asam nukleat oleh enzim
yang diproduksi oleh makrofag dan proses yang berlebihan antara sitokin dengan Tumor Necrosis Factor (TNF).
Kavitas awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal karena infiltrasi jaringan fibroblas
dalam jumlah besar, sehingga menjadi kavitas sklerotik (kronik). Kavitas ini
mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Sarang pneumonik
ini akan mengikuti pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas, dapat pula
memadat dan membungkus diri (encapsulated), disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali,
mencair lagi dan menjadi kavitas lagi. Kavitas bisa pula menjadi bersih dan
menyembuh yang disebut open healed cavity atau kavitas menyembuh dengan
membungkus diri lalu akhirnya mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kavitas
yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang atau stellate
shaped.
D.
Gejala
Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien TB
dapat bermacam-macam atau malah banyak pasien yang ditemukan TB paru tanpa
keluhan sama sekali dalam pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah
:
1.
Demam
Biasanya
subfebris menyerupai demam influenza, tetapi kadang-kadang panas badan dapat
mencapai 40-41⁰C.
Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar, kemudian timbul kembali. Keadaan
ini sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman TB yang masuk.
2.
Batuk/Batuk Darah
Batuk
terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk diperlukan untuk membuang
produk-produk radang keluar. Terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak
sama, mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan
paru, yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan sejak peradangan
bermula. Batuk awalnya berupa batuk kering (non-produktif), kemudian setelah
timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum). Keadaan yang lanjut
adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh darah yang terpecah.
Kebanyakan batuk darah pada TB berasal dari kavitas, tetapi dapat juga dari
ulkus dinding bronkus.
3.
Sesak Nafas
Pada
penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru.
4.
Nyeri Dada
Gejala
ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/menghembuskan nafas.
5.
Malaise
Penyakit
TB bersifat radang yang menahun. Gejala malaise yang sering ditemukan berupa
anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan makin kurus (berat badan turun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam dan lain-lain. Gejala malaise ini
makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.
Pada pemeriksaan fisis,
pemeriksaan terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva mata
atau kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (afebris), badan kurus, atau
berat badan menurun.
Tempat kelainan lesi TB paru
yang paling dicurigai adalah bagian apeks (puncak) paru. Bila dicurigai adanya
infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi
suara nafas bronkhial. Akan didapatkan juga suara nafas tambahan berupa ronki
basah, kasar, dan nyaring.
E.
Pemeriksaan
Penunjang
1.
Pemeriksaan
Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena
hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak
spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif) akan didapatkan jumlah
leukosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri.
2.
Pemeriksaan
Sputum
a.
Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis,
menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan
dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak
yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa
Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS).
b. Pemeriksaan
Biakan
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberculosis pada penanggulangan TB khusunya untuk mengetahui
apakah pasien yang bersangkutan masih peka terhadap OAT yang digunakan. Selama
fasilitas memungkinkan, biakan dan identifikasi kuman serta bila dibutuhkan tes
resistensi dapat dimanfaatkan dalam beberapa situasi :
·
Pasien
TB yang masuk dalam tipe pasien kronis
·
Pasien
TB ekstraparu dan pasien TB anak
·
Petugas
kesehatan yang menangani pasien dengan kekebalan ganda
3.
Pemeriksaan
Radiologis
Pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis
untuk menemukan lesi tuberkulosis. Dalam beberapa hal, ia memberikan keuntungan
seperti pada tuberkulosis anak dan tuberkulosis milier. Pada kedua hal di atas,
diagnosis dapat diperoleh melalui pemeriksaan radiologis dada, sedangkan
pemeriksaan sputum hampir selalu negatif.
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan
sarang-sarang pneumosia, gambaran radiologis berupa bercak-bercak seperti awan
dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal
dengan sebagai tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula
berdinding tipis. Lama-lama dinding menjadi sklerotik dan terlihat menebal.
Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada kalsifikasi bayangannya
tampak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi.
4.
Tes
Tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M.
tuberculosis, M. Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya. Pada
penularan yang patogen baik virulen ataupun tidak (Mycobacterium tuberculosae atau BCG) tubuh manusia akan mengadakan
reaksi imunologi dengan dibentuknya antibodi seluler pada permulaan dan
kemudian diikuti oleh pembentukan antibosi humoral yang dalam perannya akan
menekankan antibosi seluler.
Setelah 48-72 jam tuberkulin disuntikkan, akan timbul
reaksi berupa indurasi kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni
reaksi persenyawaan antara antibodi seluler dan antigen tuberkulin. Banyak
sedikitnya reaksi persenyawaan antibodi seluler dan antigen tuberkulin amat
dipengaruhi oleh antibodi humoral, makin besar pengaruh antibodi humoral, makin kecil indurasi yang
ditimbulkannya.
F.
Klasifikasi
dan Tipe Pasien
1.
Klasifikasi
berdasarkan organ tubuh yang terkena
·
Tuberkulosis
paru, ialah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak
termasuk pleura dan kelenjar pada hilus.
·
Tuberkulosis
ekstra paru, ialah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh selain paru,
misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (perikardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit,
usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
2.
Klasifikasi
berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB paru :
·
Tuberkulosis
paru BTA positif
a.
Sekurang-kurangnya
2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b.
1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberculosis.
c.
1
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman T positif.
d.
1
atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
·
Tuberkulosis
paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA
positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :
a.
Paling
tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
b.
Foto
toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
c.
Tidak
ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT
d.
Ditentukan
(dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan
3.
Klasifikasi
berdasarkan tingkat keparahan penyakit
·
TB
paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan
penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum
pasien buruk.
·
TB
ekstra paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu :
a.
TB
ekstra paru ringan, misalnya TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa
unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
b.
TB
ekstra paru berat, misalnya meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis
eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat
kelamin.
4.
Klasifikasi
berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
dibagi menjadi beberapa tipe pasien, yaitu :
·
Kasus
baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT
atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
·
Kasus
kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah
mendapat pengobatan tuberculosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan
lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
·
Kasus
setelah putus obat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2
bulan atau lebih dengan BTA positif.
·
Kasus
setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan
dahaknya tetap positif atau kembali menjadi pada bulan kelima atau lebih selama
pengobatan.
·
Kasus
pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari unit
pelayanan kesehatan yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan
pengobatannya.
G.
Diagnosis
Setiap orang dengan batuk
produktif selama 2-3 minggu atau lebih yang tidak jelas penyebabnya, harus
dievaluasi untuk tuberkulosis. Semua orang tersebut harus melakukan pemeriksaan
dahak dalam waktu dua hari yaitu sewaktu-pagi-sewaktu (SPS). Diagnosis TB pada
orang dewasa di tegakkan dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Penemuan BTA
melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pada
sebagian besar TB paru, diagnosis terutama ditegakkan
dengan
pemeriksaan dahak secara
mikroskopis dan tidak memerlukan foto toraks. Namun pada kondisi tertentu
pemeriksaan foto toraks perlu dilakukan sesuai dengan indikasi sebagai berikut
:
·
Hanya
1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. Pada kasus ini pemeriksaan
foto toraks dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TB paru BTA positif
·
Ketiga
spesimen dahak hasilnya tetap negative setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
·
Pasien
tersebut diduga mengalami komplikasi sesak nafas berat yang memerlukan
penanganan khusus (seperti pneumothorax, pleuritis eksudativa, efusi
perikarditis atau efusi pleura) dan pasien yang mengalami hemoptisis berat
(untuk menyingkirkan bronkiektasis atau aspergiloma).
H.
Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk
menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Pengobatan
TB dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1. OAT
harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup
dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal
(monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan
dan sangat dianjurkan.
2. Untuk
menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly
Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3. Pengobatan
TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap intensif (awal):
1. Pada
tahap intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
2. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
3. Sebagian
besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Tahap Lanjutan:
1. Pada
tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama.
2. Tahap
lanjutan penting untuk membunuh kuman persisten
sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Paduan
OAT lini pertama dan peruntukannya:
1)
Kategori-1
(2HRZE/4H3R3)
Paduan
OAT ini diberikan untuk pasien baru :
a) Pasien
baru TB paru BTA positif
b) Pasien
TB paru BTA negatif, foto toraks positif’
c) Pasien
TB ekstra paru
Berat badan
|
Tahap Intensif
Tiap hari selama 56 hari
RHZE (150/75/400/275)
|
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu selama
16 minggu
RH (150/150)
|
30-37 kg
|
2 tablet 4 KDT
|
2 tablet 2 KDT
|
38-54 kg
|
3 tablet 4 KDT
|
3 tablet 2KDT
|
55-70 kg
|
4 tablet 4 KDT
|
4 tablet 2 KDT
|
≥ 71 kg
|
5 tablet 4 KDT
|
4 tablet 2 KDT
|
2)
Kategori-2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan
OAT diberikan untuk pasien BTA positif
yang telah diobati sebelumnya:
a)
Pasien kambuh
b)
Pasien gagal
c)
Pasien dengan
pengobatan setelah putus berobat (default)
Berat badan
|
Tahap Intensif
tiap hari
RHZE
(150/75/400/275) + S
|
Tahap Lanjutan
3 kali seminggu
RH (150/150) + E
(275)
|
|
Selama 56 hari
|
Selama 28 hari
|
Selama 20 minggu
|
|
30-37 kg
|
2 tab 4 KDT
+ 500 mg Streptomisin inj
|
2 tab 4 KDT
|
2 tab 2 KDT
+ 2 tab Etambutol
|
38 – 54 kg
|
3 tab 4 KDT
+ 750 mg Streptomisin inj
|
3 tab 4 KDT
|
3 tab 2 KDT
+ 3 tab Etambutol
|
55 – 70 kg
|
4 tab 4 KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj
|
4 tab 4 KDT
|
4 tab 2 KDT
+ 4 tab Etambutol
|
≥ 71 kg
|
5 tab 4 KDT
+ 1000 mg Streptomisin inj
|
5 tab 4 KDT
|
5 tab 2 KDT
+ 5 tab Etambutol
|
DAFTAR
PUSTAKA
Amin, Z.,
Bahar, A. 2009. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir dalam Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam Edisi V JIlid III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI
Amin, Z.,
Bahar, A. 2009. Tuberkulosis Paru dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi V Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen IPD FKUI
Anonim. 2009. International Standards for Tuberculosis Care 2nd
Edition. USA: Tuberculosis Coalition for Techinical Assistance.
Anonim. 2011. Pedoman Nasional
Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia
Briggs, Greg. 2012. Buku Saku Foto Roentgen Dada Edisi 2.
Jakarta: EGC.
Djoerban, Z, Djauzi, S. 2009. HIV/AIDS di Indonesia dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi V Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen IPD FKUI
Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis Infeksi
HIV dan Terapi Antiretroviral pada Orang Dewasa.
Price, SA., Wilson, LM. 2006. Patofisologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Vol 1 Edisi 6. Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar